Sebenarnya aku masih regret dengan apa yang telah aku lakukan padanya. Sungguh aku terlalu kasar lewat bicara terakhir kami dahulu. Aku menghamburkan kemarahan aku tanpa mengira hati dan perasaannya. Dan aku pekakkan telinga untuk terima sebarang penjelasan daripadanya. Padahal aku sendiri bukanlah insan yang naif. Aku bukan si innocent. Aku sendiri ada perbuat silap dan salah sepanjang kami bersama. Zalimnya aku... Hanya kerana cinta dan impian kami kecundang di tengah jalan, aku jadi terlalu pesimis. Aku pentingkan diri sendiri. Aku menolak kebahagiaannya. Aku tak membenarkan dia mencari bahagia untuk dirinya sendiri. Setelah kami mengakhiri hubungan ini, sepatutnya aku tak patut ikut campur dalam apa juga soal peribadinya. Itu hak dia. Tapi entah kenapa... aku masih belum mahu melepaskan dia.
Tuhan, andai dia membaca coretan ini, I just want to let him know that I'm really regret for everything that I have done to him. I never have guts to confront him. Aku mohon kemaafan yang teramat sangat atas kelancangan aku. Bukan maksudku untuk bersikap sedemikian. Sungguh, aku aku terlanjur bicara. Dan aku menyesal hingga ke saat ini. Setidaknya, kami masih bisa bersahabat meskipun bukan itu yang aku mahu. Aku tak betah bersahabat apatah lagi mengenangkan andai dia bertemu cinta baru pasti aku akan terluka mendengarnya. Apakala kini aku sendiri dapat merasakan telah ada yang mengisi ruang kosong di hatinya. Telah ada yang menemaninya. Lalu, aku doakan dia beroleh bahagia yang diingininya.
"Demi segala pengorbanan yang dinda lalui, demi segala penderitaan dinda alami
dan demi segala kemungkinan yang patut kanda lakukan, kanda mohon maaf.
Kanda buta!"
- Hang Tuah (Puteri Gunung Ledang, 2004)
No comments:
Post a Comment